BERLOMBA MENJADI GUSTI

Memahami struktur sosial serta berbagai faktor penyebab konflik dan mobilitas sosial 
Mendeskripsikan bentuk-bentuk struktur sosial dalam fenomena kehidupan
Materi: Menjelaskan bentuk nyata dari struktur sosial yang terjadi di masyarakat.

BERLOMBA MENJADI GUSTI

                 Pengaruh agama hindhu yang lama,ditambah karakter nenek moyang bangsa menjadi sangat dominan,mempengaruhi pola kehidupan social masyarakat pada khususnya dan kehidupan social masyarakat yang berpola kekastaan tumbuh subur dimasyarakat,kasta atas dengan para bangsawan,tokoh agama dan penguasa,berperan sebagai penentu roda dan saling menguatkan untuk melangengkan status mereka.Sedangkan kasta bawah dengan para petani,buruh dan masyarakat bawah,tidak dapat berbuat apa-apa untuk menentukan kehidupan.Mereka hanya pasrah pada nasib,sambil menanti kedatangan sang ratu adil yang entah kapan.
           Melihat fenomena tersebut,konon seorang tokoh agama,Syeh Siti Jenar,nerasa terusik nuraninya,gelisah,dan tidak nyaman dengan pola hidup masyarakat.Dia berusaha mengumpulkan orang –orang yang seide dengan dirinya dan berasal dari segala lapisan kasta,dari tokoh agama,bangsawan,penguasa yang masihmempunyai hati nurani.Mereka mengadakan pertemuan rutin dan digunakan untuk mengkaji ,tukar pikiran,tempat curhat dan diskusi,baik formal maupun hanya ngobrol-ngbrol dimushola, warung, bahkan disawah ketika beristirahat, membahas keadaan masyarakat yang semakin tidak menentu. Mengingat anggota kelompok mereka dari segala lapisan masyarakat, kemudian perkumpulan itu mereka beri nama imanunggaling kawula gusti yang artinya bersatunya antara kawula (rakyat) dengan Gusti (penguasa). Mereka mengajarkan kehidupan yang sederhana, tidak ada perbedaan antara rakyat dan penguasa. Kaum penguasa harus dapat berhati rakyat, sehingga pola hidupnya tidak berlebihan, yang pada akhirnya tidak mengorbankan rakyat. Demikian juga dengan kaum bawah (rakyat) tidak berlomba menjadi Gusti, senang mengumpulkan harta benda, sehingga terjadi persaingan antar rakyat, tumbuh sifat individualisme, hanya ingin enak tapi tidak ada yang mau bekerja keras. Lebih baik bodoh tapi kaya daripada pandai tapi miskin. Sehingga diharapkan apada akhirnya akan tumbuh kesetaraan kesejahteraan antara kawula dan gusti.
            Masyarakat yang sudah merasa jenuh dengan keadaan, satu persatu bergabung dengan perkumpulan itu, walaupun tidak besar, banyak kaum bangsawan, pengusaha, tokoh agama, penguasa, dan rakyat jelata yang ingiin bergabung dengan mereka. Namun masih banyak juga yang tidak senang dengan gerakan mereka, terutama dari kasta gusti, yang sudah keenakan dengan setatus mereka dan enggan untuk sekedar menanggalkan sifat kegustian. Mereka berusaha mempengaruhi kaum mereka untuk tidak terpengaruh oleh ajaran baru tersebut. Bahkan mereka melaporkan kepada raja dan tokoh agama kerajaan, yang disertai dengan cerita rekaan dan menuduh bahwa hal itu sebagai ajaran baru. Mereka menyebutkan manunggalling kawula gusti sebagai ajaran yang sesat dan mengajarkan bersatunya antara hamba dan Tuhan. Akhirnya raja dan tokoh agama kerajaan terpengaruh oleh cerita mereka dan menyatakan bahwa ajaran tersebut sesat dan terlarang. Saat ini keadaan bangsa kita sama, kaum gusti (birokrat, komlomerat, tokoh agama) merasa keenakan dengan setatus mereka, seakan mereka tidak akan menjadi rakyat. Kaum kawula (rakyat) pun tidak kalah, mereka tau kenikmatan menjadi kaum gusti, sehingga berlomba menjadi gusti dengan menggunakan segala cara.
Di tulis oleh Teguh Setyo Rohmadi dari Hudosoro RT 01/09 Selosumerto,Wonosobo.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Three Cute Cherries